Pengertian Fikih dan Syariah, Karakteristik Hukum Islam, Urgensi dan Kedudukan Ijtihad, Wilayah Ijtihad, dan Sebab-sebab yang Menimbulkan Perbedaan Hasil Ijtihad
A. Pengertian Fikih dan Syariah
Kata syari’ah berasa dari kata syara’a. kata ini
menurut ar-Razi dalam bukunya Mukhtar-us Shihab bisa berarti nahaja (menempuh),
awdhaha (menjelaskan), kata syari’ah berasal dan bayyan-al masalik (menunjukkan
jalan). Sedangkan menurut Al-Jurjani syari’at bisa juga artinya mazhab dan
thoriqah mustaqim/jalan yang lurus.
Fikih adalah pengetahuan yang dihasilkan dari sejumlah
hukum syariat yang bersifat cabang yang digunakan sebagai landasan untuk masalah
amal perbuatan dan bukan digunakan landasan dalam masalah akidah yang digali
dari dalil-dalil yang bersifat rinci (tafshili).
B. Karakteristik Hukum Islam.
1. Sempurna
Berarti hukum itu akan selalu sesuai dengan segala
situasi dan kondisi manusia dimanapun dan kapanpun, baik sendiri maupun
berkelompok.
2. Harakah (Elastis, dinamis, fleksibel dan tidak
kaku).
Hukum Islam bersifat dinamis berarti mampu menghadapi
perkembangan sesuai dengan tuntutan waktu dan tempat. Hukum Islam bersifat
elastis meliputi segala bidang dan lapangan kehidupan manusia. Hukum Islam
tidak kaku dan tidak memaksa melainkan hanya memberikan kaidah dan patokan
dasar secara umum dan global.
3. Ijmali (Universalitas)
Ajaran Islam bersifat universal, ia meliputi seluruh
alam tanpa tapal batas. Ia berlaku bagi orang Arab dan orang ‘Ajam (non Arab),
kulit putih dan kulit hitam. Di samping bersifat universal atau menyeluruh,
hukum Islam juga bersifat dinamis (cocok untuk setiap zaman).
4. Sistematis
Berarti antara satu ajaran dengan ajaran yang lain
saling bertautan, bertalian dan berhubungan satu sama lain secara logis.
5. Berangsur-angsur (tadrij)
Hukum Islam dibentuk secara tadrij dan didasarkan pada
al Quran yang diturunkan secara berangsur-angsur. Keberangsuran ini memberikan
jalan kepada manusia untuk melakukan pembaruan karena hidup manusia selalu
mengalami perubahan.
6. Bersifat ta’abuddi dan ta’aquli
Hukum Islam dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu
bentuk ibadah yang fungsi utamanya untuk mendekatkan manusia kepada Allah swt,
yakni beriman kepadaNya. Dan segala konsekuensi berupa ibadah yang mengandung
sifat ta’abuddi murni yang artinya makna (ide dan konsep) yang terkandung di
dalamnya tidak dapat dinalar (ghoiru ma’qula al ma’na) atau irrasional. Ta’aquli
bersifat duniawi yang maknanya dapat dipahami oleh nalar (ma’qula al ma’na)
atau rasional. Maka manusia dapat melakukannya dengan bantuan nalar dan
pemikiran manusia.
7. Tafshili (Partikularitas)
Hukum Islam itu mencerminkan sejumlah doktrin yang
bertalian secara logis. Beberapa lembaganya saling berhubungan satu dengan yang
lainnya.
8. Akhlak (Etistik)
Hukum Islam dibangun berdasarkan petunjuk wahyu
(Ql-Qur’an) yang dikembangkan melalui kehidupan Nabi SAW (AS Sunnah) dan
ijtihadiyah.
9. Tahsini (Estetik)
Pengertian yang lazim untuk estetik adalah keindahan.
Pesan dasar yang bisa ditangkap dari makna khusus bahwa keindahan didudukkan
pada kualitas kebaikan (maslahat) yang tertinggi. Paling tidak dalam pengertian
literal tahsiniyah adalh puncak kebaikan yang dituju pada maslahat atau puncak
moral.
C. Urgensi dan Kedudukan Ijtihad
Dalam sejarah pemikiran
islam, Ijtihad telah banyak digunakan. Ajaran Al-Qur’an dan hadis memang
menghendaki digunakannya ijtihad, dari ayat Al-Qur’an yang jumlahnya lebih
kurang 500 ayat. Menurut perkiraan ulama yang berhubungan dengan akidah,
ibadah, muamalah. Ayat-ayat tersebut, pada umumnya terbentuk teks-teks dasar
tanpa menjelaskan lebih lanjut mengenai maksud, rincian, cara pelaksanaannya.
Untuk itu ayat tersebut perlu dijelaskan oleh orang-orang yang mengetahui
Al-Qur’an dan hadits yaitu para sahabat Nabi dan kemudian para ulama penjelasan
oleh para sahabat dan para ulama tersebut diberikan melalui ijtihad. Jadi
kedudukan ijtihad adalah sumber ke 3 sesudah al-Qur’an dan Hadits.
D. Wilayah Ijtihad
Menurut ulama salaf, bidang atau wilayah ijtihad
terbatas pada masalah fiqhiyah. Namun pada wilayah tersebut telah berkembang
pada berbagai aspek keislaman, meliputi: Akidah, Filsafat, Tasawwuf dan Fiqh. Artinya
tidak semua bidang bisa di-ijtihadkan.
E. Sebab-Sebab Yang Menimbulkan Perbedaan Hasil
Ijtihad
Al-Nabhani menerangkan bagaimana dapat terjadi perbedaan
metode penggalian (thariqah al-istinbat) hukum tersebut. Ini disebabkan adanya
perbedaan dalam 3 (tiga) hal, yaitu:
1. Perbedaan dalam sumber hukum (mashdar al-ahkam)
2. Perbedaan dalam cara memahami nas
3. Perbedaan dalam sebagian kaidah kebahasaan untuk memahami nas.
Nama: Ahmad Nafisal Mahfud
Kelas: IAT 2
Matkul: Pengantar Studi Islam
Institusi: UIN KHAS JEMBER
Komentar
Posting Komentar